Hasan Al-Bashri 20 Tahun Berdampingan dengan Tetangga Menyebalkan

Kisah keharmonisan bertetangga Hasan dengan umat berbeda keyakinan tidak saja kepada seorang Nasrani, tetapi juga dengan seorang Majusi yang berhasil ia tuntun untuk memeluk Islam menjelang akhir hayatnya.

Dikisahkan, sekali waktu tetangga Majusi itu jatuh sakit dan diprediksi usianya tidak lama lagi. Hasan datang untuk menjenguknya.

Hasan mengenal tetangganya itu sebagai sosok yang ramah, entah dalam bertetangga atau interaksi sosial lainnya. Sehingga, Hasan sangat berharap ia memeluk Islam sebelum menghembuskan napas terakhir.

“Bagaimana keadaanmu? Apa yang kamu rasakan,” tanya Hasan.

“Hatiku hancur, tubuhku sakit, kuburan pun akan digali untukku. Tidak lama lagi aku akan melakukan perjalanan yang sangat jauh. Akan tetapi, aku tidak memiliki bekal apa-apa. Aku tidak akan mampu melewati jembatan shiratal mustaqim dan aku akan dibakar panasnya api neraka. Tidak ada lagi harapan surga bagiku,” keluhnya penuh sesal.

“Mengapa tidak masuk Islam saja sehingga engkau selamat?” tanya Hasan.

“Sungguh kuncinya ada di tangan si pemegang kunci. Sementara gemboknya ada di sini,” katanya sambil memegang dada. Kemudian ia tak sadarkan diri.

“Wahai Tuhanku, Tuanku, Kekasihku. Jika hamba-Mu ini memiliki kebaikan semasa hidupnya, segerakanlah ia bersama kebaikan itu sebelum ajal menjemputnya,” kata Hasan dalam doanya.

Tiba-tiba si Majusi sadar dan membuka kedua matanya. Ia pun berkata, “Wahai Syekh, sesungguhnya si pemegang kunci telah mengirimkan kuncinya melalui utusan yang ada di samping kananmu. Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad utusan-Nya.” Ia pun meninggal dunia. (Ibnul Jauzi, Bahrud Dumu’, 2012: 62)

Dari kisah relasi Hasan al-Bashri dengan kedua non Muslim di atas dapat dipetik hikmah bahwa menjaga hubungan baik dengan tetangga tidak mengenal latar belakang agama. Jangankan kepada yang sesama Muslim, kepada orang berbeda keyakinan pun kita tetap diperintahkan untuk menjaga keharmonisan.

Profil Imam Hasan Al-Bashri

Loading